MUSIM SEMI PERMEN KARET
Ah,
dingin sekali disini berbeda dengan di rumah.
Tarian pena ku berhenti
menggoreskan kata, berganti dengan tegang mencengkeram sampai ke pucuk jemari.
Tanpa suara ujung pena yang beradu dengan kertas, mengisyaratkan bahwa akan ada
seseorang yang datang. Tetapi kali ini berbeda, karena hati ini berdentam cukup
hebat sehingga membuat aku sangat tak berdaya walaupun itu hanya sekedar menolehkan
wajah.
“Takara
kau tak apa kan?”
“Ehm..i..iya
aku tak apa kok.”
“Yakin nggak papa? Muka kamu pucet
banget kayak gitu!”
“Iya, aku nggak papa kok santai
aja.”
Kuhela nafas lega, seraya kembali menghadap
coretan kerangka naskah drama yang terbengkalai. Perlahan segaris senyum samar muncul
di bibirku ini. Dan pena di tanganku kembali menari lebih lincah lagi.
Tett…teettt..teettt..teettt…
“Akhirnya pulang juga.” kubereskan
peralatanku lalu pergi meninggalkan kelas.
“Takara
tunggu!”
“Ah, suara itu lagi. Kapan aku bisa
tebebas dari belenggunya? Aku sudah terlalu lelah untuk bertemu dan berbicara
dengan nya!” bicara ku perlahan karena hari ini aku sudah sangat lelah dan
malas untuk ngapa-ngapain.
“Jangan
lupa ya besok kita akan ada acara.”
“Oh.”
“Jawaban mu singkat banget?”
“Udah selesai ngomongnya? Aku
capek!”
Aku pergi ke tempat parkir sepeda
motor dengan hati kesal karena selalu saja bertemu dengan orang yang aku sangat
benci itu. Aku mulai muak, mengapa di setiap sudut sekolah ini aku akan selalu
bertemu dengan nya. Ku kendarai sepeda motorku dengan kecepatan penuh dengan
hati yang kesal gelisah dan tidak karuan ini. Yang aku fikirkan saat ini
hanyalah aku harus segera sampai rumah karena hari telah sore.
***
Tubuh ini terjatuh diatas kumpulan
kapas yang empuk dan nyaman serta indra pengelihatan ini tak lupa menatap langit
yang bertabur ribuan bahkan jutaan berlian. Ku ayunkan jari jemariku, ku tulis
namanya diantara gemerlapnya bintang dan aku pun berharap dia melakukan hal
yang sama dengan ku disana.
Ku merindukan sosok itu, sosok yang
selama ini mengisi ruang dalam hatiku. Ingin aku bertanya, ingin aku mencari
dimana keberadaan nya saat ini. Jujur aku tak bisa melupakaan dia hingga saat
ini.
“Kak boleh masuk nggak?” seseorang
membuka pintu kamarku perlahan.
“Oh, miku. Masuk aja.”
“Kakak kenapa? Sepertinya sedang sedih.”
“Nggak, kakak nggak kenapa-kenapa.”
“Kakak bohong, itu buktinya kakak
nangis!”
“Hah? Nggak kok, kakak cuman terlalu
lelah. Yaudah ya kakak mau tidur dulu.”
“Kak sudahlah jangan berbohong lagi.
Aku tahu pasti kakak merindukan kak Daiki kan?”
“Miku… kakak lelah, kakak mau
istirahat.”
***
Hari ini kelas tak
seperti biasanya entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang hilang dari kelas ini.
Sambil menunggu guru datang teman-teman membaca buku dan ada juga yang
mengerjakan tugas. Sedangkan aku malah melanjutkan naskah dramaku sambil
mengunyah permen karet. Entah kenapa aku masih merasakan keanehan yang terjadi
dikelasku hari ini hingga ibu guru pun datang.
“Selamat pagi anak-anak!”
“Pagi bu…”
“Hari ini siapa yang tidak masuk?”
“Hayate
bu…” serentak teman-temanku menjawab
“Pantas
saja hari ini ada yang berbeda, ternyata orang aneh itu nggak masuk.” Jawabku
“Ciiee…
perhatian, cieee… ada yang jatuh cinta nih!”
“Enak
aja, nggak lah masak aku suka sama orang aneh kayak dia? Mana udah sok baik,
sok manis, sok pinter!”
“Jangan
ngomong gitu. Nanti kamu suka lhoo… kana ada pepatah jawa bilang begini Yen gething kui mesti nyanding!”
“Huh…
nggak akan. Seekali aku bilang nggak ya nggak!”
“Sudah-sudah
cukup. Hayate nggak masuk sakit atau izin?”
“Izin
bu… Biasa bu tugas negara ke luar kota. Maklum lah dia kan orang sibuk!”
“Oke
kalau begitu kita mulai pelajaran nya ya!”
“Iya
bu…”
Aku
tak tau apa yang terjadi padaku hari ini rasanya sangat malas dan mengantuk. Ku
letakan kepalaku sejenak di atas meja, berharap lelah ini akan segera hilang.
Tak kusadaari pelajaran hari ini telah usai. Padahal tadi aku hanya berniat
meletakan keepala sejenak supaya aku bisa lebih tenang.
“Takara
kamu sepertinya nggak semangat hari ini?”
“Iya
nih han, nggak tau kenapa dari tadi tu aku ngerasa capek.”
“Ra,
aku mau nanya!”
“Nanya
apa han?”
“Itu
lho ra!”
“Itu
apa?”
“Kamu
beneran suka sama Hayate?”
“Ah?
Apa? Hayate, nggak lah!”
“sssttt…
jangan keras-keras nanti temen-temen tau.”
“Hana…
mana mungkin aku suka Hayate? Dia kan
sukanya cari perhatian sana-sini. Apalagi kan dia jadi cowok idola di sekolah
ini, mana mungkin aku berani suka sama dia?”
“Heh…
aku tau kamu pasti suka hayate kan! Kelihatan kok dari sorotan matamu!”
“Jujur
ya han, aku sendiri tu nggak tau gimana perasaanku saat ini. Disatu sisi aku
merindukan Daiki yang sudah lama aku cintai. Tapii…”
“Tapi
apa? Hah?”
“Tapi
di satu sisi aku juga cinta sama Hayate!”
“Nah
kan bener!”
“iya…iya…
Tapi jangan bilang siapa siapa lho ya!”
“Iya…
janji deh.”
“Han
tapi aku bener-bener bingung sama perasaan ku ini.”
“Heh,
nggak usah dipikir nanti kamu sakit lho!”
“Lebay
kamu han! Masak cuman gara-gara mikir aku jadi sakit?”
***
Musim
pun silih berganti dari musim panas hingga musim dingin telah ku lewati.
Sekarang adalah tanggal 21 Maret bertepatan dengan musim semi. Aku ingin
sekedar berjalan-jalan menikmati indahnya bunga bermekaran di taman. Indahnya
bunga yang bermekaran membuatku lupa waktu hingga aku lupa bahwa aku tidak
boleh terlalu lelah. Badanku terasa lelah dan lemas.
Bruk…
“Takara!!!” Aku mendengar samar-samar
ada yang berteriak memanggil namaku saat itu hingga akhirnya aku terbangun
dengan rasa sakit dikepala ku. Jantungku berdentam cepat karena melihat sosok
pria yang tidur dengan posisi duduk sambil menggenggam tangan ku erat. Ku
gerakan tangan ku hingga laki-laki itu terbangun. Dan kagetnya lagi laki-laki
itu adalah Hayate.
“Hah,
aku dirumah sakit lagi!”
“Takara
kau sudah sadar?”
“Menurut
mu aku sudah sadar atau belum?”
“Hehe…
Sudah!”
“Lepaskan
genggamanmu!”
“Maaf…
maaf… bukan maksudku lancang. Aku tadi sangat mengkhawatir kan mu.”
“Ya.”
“Takara.”
“Apa?”
“Aku
boleh mengatakan sesuatu nggak?
“Boleh.”
“Ehm… Takara… Aku cinta kamu.”
“Ehm… Takara… Aku cinta kamu.”
“Hah? Cinta? Cinta apa?”
“Ya, aku cinta kamu. Aku ingin
menjagamu dan meindungi mu selalu! Mau kah kamu menjadi kekasihku?” dia
menggenggam tanganku erat.
“Maaf te, tapi aku nggak bisa, maaf ya.”
“Nggak papa kok, aku bisa mengerti.”
Melepas genggaman nya.
“Kok
kamu percaya gitu aja sih?”
“Maksud
kamu?”
“Iya
aku itu nggak bisa, Nggak bisa nolak kamu maksudnya!”
“Hah?
Aku mimpi nggak ini?”
“Nggak!”
Begitulah
ceritaku, akhirnya aku sekarang menjadi kekasih Hayate. Dan kata-kata yang
paling aku ingat adalah yen gething kuwi mesti
nyanding yang artinya jika kita membenci orang dengan sangat berlebihan
pasti kita akan berpasangan dengan orang itu. Maka jangan terlalu benci sama
orang lain. Kalau misalnya kita nya jadi suka orang yang kita benci kan jadinya
malah malu sendiri.
2 komentar:
Cerpen pertamaku nih yang ikut lomba haha :D
tess tess
Posting Komentar